Sabtu, 31 Juli 2010

keluarga sakinah mawaddah warahmah dan hukum KB

A. Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah

Potensi cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang di anugerahkan Allah kepada pasangan suami-istri adalah untuk satu tugas yang berat tetapi mulia. Malaikat pun berkeinginan untuk melaksanakannya, tetapi kehormatan itu diserahkan Allah kepada manusia.
Sakinah berarti ketenangan, atau antonim kegoncangan. Kata ini tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketentraman setelah sebelumnya ada gejolak, apa pun bentuk gejolak tersebut. Kecemasan menghadapi musuh, atau bahaya, atau kesedihan dan semacamnya bila disusul dengan ketenangan batin yang mendalam, maka ketenangan tersebut dinamakan sakinah.
Sakinah harus didahului oleh gejolak, menunjukan bahwa ketenangan yang dimaksud adalah ketenangan dinamis. Didalam rumah tangga pasti ada saat-saat dimana gejolak bahkan kesalahpahaman dapat terjadi, namun ia dapat segera tertanggulangi lalu melahirkan sakinah.
Sakinah terlihat pada kecerahan air muka yang disertai dengan kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Bahwa SAKINAH tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Kalbu harus disiapkan dengan kesabaran dan ketakwaan, karena SAKINAH “diturunkan” Allah ke dalam kalbu. SAKINAH baru diperoleh setelah melalui beberapa fase, bermula dari mengosongkan kalbu dari segala sifat tercela dan buruk, dengan jalan menyadari dosa dan kesalahan telah diperbuat, kemudian “memutuskan hubungan” dengan masa lalu yang kelam, dengan penyesalan dan dengan pengawasan ketat terhadap diri menyangkut hal-hal mendatang, disusul dengan mujahadah/perjuangan melawan sifat-sifatnya yang terpuji, menganti yang buruk dengan yang baik, seperti kekikiran dengan kedermawanan, kecerobohan dengan keberanian, egoisme dengan pengorbanan, sambil memohon bantuan Allah dengan berdzikir mengingat-Nya, yang kesemua itu dapat di simpulkan dengan upaya menghiasi diri dengan ketabahan dan takwa.
Mawaddah terambil dari akar kata yang maknanya berkisar pada “kelapangan dan kekosongan”. mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Ia adalah cinta plus yang sejati.
Mawaddah adalah cinta yang tampak dampaknya pada perlakuan-serupa dengan tampaknya kepatuhan akibat rasa kagum dan hormat pada seseorang.
Jangan duga mawaddah hadir begitu terlaksananya perkawinan. Kelirulah yang beranggapan demikian karena jika demikian pastilah kita tidak akan menemukan perkawinan yang gagal. Yang benar adalah dengan perkawinan Allah menganugerahi pasangan suami istri potensi untuk meraih mawaddah, selanjutnya mereka harus berjuang bersama untuk meraihnya.
Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Karena itu dalam kehidupan keluarga masing-masing, suami dan istri, akan bersungguh-sungguh, bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya.
Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak cemburu. Pemiliknya tidak angkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak juga pemarah, apalagi pendendam. Ia menutupi segala sesuatu dan sabar menanggung segalanya.
Suami dan istri harus dapat menjadi “diri” pasangannya, dalam arti masing-masing harus merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan pasangannya, sehingga mengukur pasangannya serupa dengan mengukur dirinya.
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkannya itu akan dipelihara dengan baik, serta aman keberadaaannya di tangan yang diberi amanat itu.
Istri adalah amanah di pelukkan sang suami, dan suami pun amanah di pelukan sang istri. Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman itu. Suami-demikian juga istri-tidak akan menjalin hubungan kecuali jika masing-masing merasa aman dan percaya kepada pasangannya.
Amanah dipelihara dengan mengingat Allah; kebesaran, kekuasaaan, dan kemurahan-Nya. Ia dipelihara dengan melaksanakan tuntunan agama. Siramilah amanah itu dengan shalat, walaupun hanya lima kali sehari. Kukuhkan ia dengan jamaah bersama pasangan, walaupun hanya sekali sehari.

B. Konsep dan Hukum Keluarga Berencana (KB) Menurut Islam

Keluarga Berencana (KB) dapat dipahami dalam dua pengertian:
1) KB dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengan tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran).
Berdasarkan pengertian tersebut diasumsikan bahwa KB sebagai sebuah program nasional untuk membatasi jumlah populasi penduduk (tahdid anl-nasl), hukumnya haram. Tidak ada sama sekali ada suatu undang-undang atau peraturan pemerintah yang membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga. KB sebagai program nasional tidak dibenarkan secara syara’ karena bertentangan dengan Aqidah Islam, yakni ayat-ayat yang menjelaskan jaminan rezeqi dari Allah untuk seluruh makhluknya. Allah SWT berfirman:
                  
6. dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

2) KB dapat dipahami sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat). Misalnya dengan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian ini diberi istilah tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa KB dalam arti pengaturan kelahiran yang dijalankan oleh individu (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah, karena ada mashlahat yang dikandungnya, bagaimana pun juga motifnya (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 148).
Dalil kebolehannya antara lain hadits dari sahabat Jabir RA yang berkata,”Dahulu kami melakukan azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah SAW sedangkan al-Qur`an masih turun.” (HR Bukhari).
Namun kebolehannya disyaratkan tidak adanya bahaya (dharar). Kaidah fiqih menyebutkan : Adh-dhararu yuzaal (Segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan) (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu`, [Semarang : Maktabah Usaha Keluarga], hal. 59).
Kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada pencegahan kehamilan yang temporal (sementara), misalnya dengan pil KB dan kondom. Adapun pencegahan kehamilan yang permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram. Sebab Nabi SAW telah melarang pengebirian (al-ikhtisha`), sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang ada saat itu (Muttafaq ‘alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash RA).
Alasan ini dikarenakan KB bertentangan dengan tujuan pernikahan untuk memperbanyak keturunan, sebagaimana sabda Rasulullah saw “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)”. [Hadits Shahih, riwayat Abu Daud dan an-Nasa'i]
Termasuk ke dalam larangan ini adalah larangan membatasi kelahiran dengan jumlah tertentu. Setelah jumlah itu kemudian merasa cukup dengan jumlah anak tertentu dan kemudian menghentikan kehamilan dengan cara apapun.

Syaikh Utsaimin mengatakan, tidak sepantasnya bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan kecuali dengan dua syarat.
a) Adanya kepentingan, misalnya seorang wanita memiliki penyakit yang menghalanginya untuk hamil setiap tahun, atau, wanita tersebut bertubuh kurus kering, atau adanya penghalang-penghalang lain yang membahayakannya jika dia hamil tiap tahun.
b) Adanya izin dari suami. Hal ini dikarenakan suami memiliki hak atas istri dalam masalah anak dan keturunan. Disamping itu juga harus bermusyawarah dengan dokter terpercaya di dalam masalah mengkonsumsi pil-pil ini, apakah pemakaiannya membahayakan atau tidak.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Syaikh bin Baz bahwa menghentikan kehamilan diperbolehkan dengan syarat 1) Adanya penyakit yang membahayakan jika hamil 2) Dia melahirkan dengan cara yang tidak normal bahkan harus melakukan operasi jika melahirkan dan bahaya-bahaya lain yang serupa dengan hal tersebut.
Selain alasan kesehatan dan bahaya ditimbulkan, niat yang baik untuk memelihara kesehatan ibu, dan juga untuk menyempurnakan kewajiban terhadap anak sehingga menjadi anak yang shalih dan kuat pun harus diperhatikan. Begitu pula alat kontrasepsi yang dipakai. Maksudnya, KB yang saat ini dilakukan memiliki berbagai macam variasi peralatan.
Kemudian ada alat KB yang hukum asalnya adalah haram, seperti tubektomi dan vasektomi. Ada juga beberapa obat yang berfungsi untuk mematikan embrio, setelah bertemunya sel sperma dan sel ovum, menurut kami obat ini juga haram. Sebab, meskipun dalam hal ini ada perbedaan pendapat, ketika sel sperma dan sel ovum sudah menyatu maka segala bentuk upaya untuk mengugurkannya kami pandang termasuk ke dalam aborsi. Tetapi mohon maaf, karena keterbatasan pengetahuan kami tentang persoalan KB ini, kami tidak bisa memerincikan satu-per satu obat apa yang dilarang dan obat apa yang boleh.
Untuk lebih selamatnya, dalam melakukan KB sebaiknya menggunaka salah satu dari tiga cara:
a) Sistem tanggal, yaitu menghindari hubungan pada waktu tanggal rawan. Tetapi kadang-kadang kita lupa kapan mulai dan berakhirnya tanggal subur yang rawan itu, sehingga resiko cara ini cukup besar.
b) ’Azl (coitus interuptus), yaitu menumpahkan sperma di luar vagina.
c) Dengan kondom. Kondom memiliki fungsi yang mirip dengan ’azl, yaitu mencegah masuknya sperma ke dalam rahim agar tidak terjadi pertemuan dengan sel ovum.

Pendapat yang Mengharamkan Penggunaan Alat Kontrasepsi

Namun, sebagian ulama yang lain tetap menyatakan apapun alasan kotrasepsi adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat medis ataupun yang semisal. Sebab pelakunya telah menyelisihi petunjuk yang diajarkan Rasulullah SAW serta berbuat tabdzir terhadap nikmat keturunan, karena adanya hamba-hamba Allah SWT yang berharap untuk mendapat keturunan, namun diharamkan Allah untuk mendapatkanya. Sedang orang yang berbuat tabdzir adalah teman dan pengikut syaitan sebagaimana dalam Qs.Al-Isro’:27.
•          
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Adapun ketetapan hukum para ulama ahlussunnah wal jama’ah dari kurun ke kurun hingga saat ini, pada sebab kedua dari penggunaan alat kontrasepsi yaitu untuk membatasi keturunan, yang diistilahkan dengan keluarga berencana (KB) adalah Haram. Kecuali jika karena darurat medis atau yang semisal. Sebab program KB hakekatnya adalah program pemangkasan kuantitas generasi muda Islam, meskipun mendapatkan legalitas hukum dan fatwa dari ulama setempat, karena dinegeri kafir jutru populasi sangat digalakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar